7 Hal Unik dan Menarik yang Ditemukan di Kota Maumere
KAPOS - Pada tahun 1992, kota ini pernah porak-poranda dilanda bencana tsunami
dahsyat. Kini, 23 tahun kemudian, kota ini telah berubah menjadi begitu
cantik. Beruntung, saya memiliki kesempatan menjejakkan kaki di kota
itu, Maumere ibukota Kabupaten Sikka-Nusa Tenggara Timur. Selama berada
di Maumere, saya menemukan beberapa hal unik yang sepertinya tak mungkin
dijumpai di Pulau Jawa, diantaranya:
1. Makam-Makam di Depan Rumah
Saat baru tiba di Maumere, saya tidak menyadari keanehan pada
rumah-rumah penduduk. Namun, saat kembali melewati perkampungan pada
malam berikutnya, saya baru menyadari bila rumah-rumah penduduk Maumere
memiliki makam di bagian samping atau di halamannya. Keterkejutan saya
ini bermula saat melewati perkampungan yang sepi di malam hari
menggunakan sepeda motor. Sepeda motor sengaja saya pacu dalam kecepatan
rendah untuk melihat-lihat keadaan sekitar. Namun, betapa terkejutnya
saya menyadari adanya makam, dengan nisan yang begitu besar di depan
setiap rumah. Seketika saja nyali saya menciut, dan hanya dapat berdoa
sepanjang jalan.
Setelahnya, saya diberitahu seorang kawan, bahwa masyarakat Maumere
memang sangat menghormati anggota keluarga mereka yang telah meninggal
dunia. Salah satu bentuk penghormatan mereka adalah dengan memakamkan
anggota keluarga di depan atau di samping rumah, bukan di tempat
pemakaman umum.
2. Gading Memiliki Nilai di Pegadaian
Untuk mengisi waktu luang selama liburan di sini, saya pun mencoba
berbaur dengan penduduk lokal. Banyak hal menarik yang saya dapatkan,
salah satunya adalah ketika berbincang dengan seorang ibu muda, mengenai
adat menikah penduduk Nusa Tenggara Timur. Dahulu, gading merupakan
mahar yang harus dipenuhi oleh calon mempelai pria. Bila calon mempelai
pria tidak dapat menyanggupinya, maka pernikahan tidak dapat terlaksana.
Namun seiring berjalannya waktu, karena gading semakin sulit
didapatkan, mahar gading pun digantikan dengan hewan ternak, seperti
kuda dan sapi. Kini, gading justru dijual dalam bentuk perhiasan.
Awalnya saya mengira harga perhiasan gading tidak terlalu mahal, karena
terlihat tidak begitu menarik. Bentuknya pun tidak terlalu banyak
variasi. Tetapi ternyata harganya justru lebih mahal dari emas. Selain
itu, di sini perhiasan gading juga bernilai untuk digadaikan di
Pegadaian. Banyak masyarakat Maumere yang justru menyimpan gading
sebagai bentuk investasi, karena harganya yang relatif stabil dari emas.
Saya hanya dapat terkesima mendengarnya. Ibu muda tersebut pun segera
menggoda saya, untuk meminta dibelikan banyak perhiasan gading bila ada
pria yang ingin melamar saya.
3. Pawai ala Angkutan Umum
Ketika sedang melintasi jalan raya di pagi hari yang masih sepi, saya
terkejut mendengar dentuman kencang sebuah lagu. Saya kira saat itu
sedang ada pawai, tapi ternyata saya salah. Itu hanya suara dari mobil
angkutan umum yang sedang mencari penumpang di belakang saya.
Saya lalu bertanya-tanya, apakah penumpang merasa nyaman dengan
angkutan seperti itu? Kawan saya pun mengatakan, kalau mobil angkutan
umum tidak seperti itu, justru penumpang tidak ada yang mau naik. Lagi
pula, penduduk Maumere khususnya, memang sangat akrab dengan musik dan
tarian. Hampir di setiap acara besar, pasti ada musik dan akan ada
kesempatan di mana para tamu diajak menari . Oalaaaah…
Uniknya lagi, mobil angkutan umum berwarna putih itu, pasti memiliki
‘nama latin’. Di setiap sisi badan mobil, terpasang stiker besar dengan
tulisan berbeda-beda, seperti “Alejandro”, “Vernando, dan “Valentino”.
Entah untuk apa tujuannya, tapi itu benar-benar membuat saya antusias
memperhatikan setiap angkutan umum ketika sedang berpapasan. Saat sedang
membaca nama-nama latin itu, saya merasa seperti sedang berada di dunia
telenovela.
4. Buah Jambu Mete Tumbuh Liar di Sepanjang Jalan
Jambu Mete atau yang biasa disebut dengan Jambu Monyet ini, tumbuh
subur di Maumere. Kemana pun kita pergi, pasti akan dengan mudah
menemukannya. Akibat melimpahnya buah ini, penduduk justru
menggunakannya untuk pakan ternak babi. Sedangkan bijinya, diolah untuk
selanjutnya dijual ke pasar.
Padahal, di kota saya tinggal, harga buah ini bisa mencapai Rp 15.000
hanya untuk 4 buah, dan itu pun sulit sekali dapat ditemukan. Bagi saya
yang seorang penggemar jambu mete, Maumere memang bagaikan surga dunia.
Pohonnya tumbuh sangat rendah dengan buah yang menjuntai hampir ke
tanah. Saya pun diperbolehkan mengambil buah ini sebanyak yang saya mau.
Waahh…kapan lagi bisa buah mahal sepuasnya.
5. Aman dari Serbuan Restoran Fast Food dan Duo Minimarket Paling Akur
Saat sedang mengunjungi suatu tempat, saya sering memperhatikan apakah ada mesin ATM, minimarket, atau restoran fast food ternama di sana. Entah mengapa, tapi bagi saya suatu tempat akan kurang menarik bila sudah diserbu oleh restoran fast food dan duo minimarket yang ‘tidak dapat dipisahkan’ itu. Dan beruntung, Maumere masih aman dari serbuan keduanya. Meski memang ada restoran fast food dan minimarket,
tapi itupun tidak banyak dan hanya sebatas merk lokal. Inilah salah
satu yang membuat kecantikan Maumere seakan masih belum terjamah.
6. Buah Kenitu, Sawonya Maumere
Kawan saya yang asli orang Malang, mengeluhkan rasa kangennya makan
buah sawo. Setibanya dia di Maumere, buah itu tidak lagi pernah dapat
dicicipi. Saya pun mengatakan kalau di pasar ada yang menjual buah
tersebut, karena sebelumnya saya pernah melihat sebuah tulisan “jual
buah sawo” di sebuah warung tradisional. Kami pun pergi ke pasar demi
berburu buah sawo. Namun seketika saja kawan saya kecewa, karena yang
ternyata dijual bukan buah sawo, melainkan buah kenitu.
Buah kenitu banyak sekali ditemukan di daerah Jawa Timur, dan mungkin
buah kenitu sangat terdengar asing bagi kita yang tidak berdomisili di
Jawa Timur. Dari penampilan luar, buah ini jelas sekali terlihat berbeda
dengan buah sawo. Hanya saja rasanya memang hampir sama. Kawan saya pun
lagi-lagi harus dapat menahan rindunya. Ya, bagi penduduk Maumere, buah
kenitu adalah buah sawo.
7. Harga Bensin Eceran Lebih Mahal yang di Dekat SPBU
Sehari sebelum pulang, saya memuaskan diri berkeliling di Maumere
menggunakan sepeda motor. Namun, saya lupa untuk mengisi bensin terlebih
dahulu. Berhubung SPBU di Kota Maumere hanya ada dua, saya pun terpaksa
mengisi bensin eceran seharga RP 13.000/liter, karena saya sedang
berada di pelosok. Begitu saya kembali memasuki kota, saya langsung
menuju SPBU terdekat. Tapi saya sangat terkejut, ketika mendapati harga
bensin eceran di dekat SPBU justru bisa mencapai Rp 16.000/liter dan Rp
17.000/liter. Lho, mengapa harga bensin di dekat SPBU jauh
lebih mahal? Kalau seperti itu, apakah mereka akan laku? Kawan saya yang
sejak awal menjadi pemandu di sini, hanya dapat tertawa
terpingkal-pingkal mendengar berondongan pertanyaan saya, tanpa
bisa memberikan jawabannya. Menurutnya, saat baru kali pertama tinggal
di sini, dia pun bertanya-tanya seperti saya. Hingga akhirnya pertanyaan
itu pun terus mengambang di kepala kami.
Meski Maumere jarang sekali masuk daftar tempat wisata Nusantara yang
wajib untuk dikunjungi, namun nyatanya dia telah berhasil membuat saya
jatuh cinta dalam liburan yang singkat ini. Pesona alam, kebudayaan, dan
nuansa religinya yang kental, menjadi suguhan eksotis yang tidak dapat
terlupakan.
Bila ingin mengunjungi Maumere, usahakan untuk datang di bulan
Januari sampai dengan April, karena hamparan perbukitan di Maumere pasti
berwarna kehijauan. Selain itu, jangan bingung untuk memilih tempat
menginap. Di sini sudah banyak sekali pilihan hotel yang tersedia di
pusat kota, dengan kisaran harga yang relatif murah. Memiliki budget
hanya 5juta? Bisa banget kok. Selamat liburan!
Sumber: http://story.phinemo.com
Tidak ada komentar: